suatu yang tidak akan saya bisa hidup seperti sampai saat ini, selalu terinspirasi oleh pengalaman

Wednesday 25 September 2013

makalah PEMBELAJARAN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN


MAKALAH TUNANETRA
PEMBELAJARAN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ortopedagogik Anak Dengan Gangguan Penglihatan yang diampu oleh Sugini, S.Pd, M.Pd

                                                                                                                        












Disusun oleh :
ARDIN CAHYO SAPUTRO
NIM : K5112009


PENDIDIKAN KHUSUS/LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA
2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .................................................................................... 1
B.     Tujuan .................................................................................................. 2
C.     Rumusan Masalah................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Proses Pembelajaran............................................................................. 3
B.     Media / Alat Bantu Pembelajaran......................................................... 5
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................... 7
DAFTAR PUSATAKA................................................................................... 8











BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Anak dengan gangguan penglihatan atau biasa disebut anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua – duanya) tidak bergfungsi sebagai sebagaimana saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari – hari seperti halnya orang awas (Sutjihati Somantri, 1996).
Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Guru dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang kelihatannya baik tetapi nyatanya tidak berhasil meningkatkan proses belajar siswa.
Terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/ berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
Tetapi sekarang banyak Anak Tunanetra yang tidak mendapat pelayanan pendidikan yang kurang tepat dan bahkan mereka tidak diterima di sekolah yang inklusi atau sekolah umum dengan alasan tidak bisa memberikan layanan pendidikan dan tidak bisa memberikan fasilitas yang memadai untuk anak tunanetra. Anak tunanetra seharusnya mendapat media dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu adanya penilaian secara berkala mengenai pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus terutama tunanetra, termasuk di dalamnya memahami kebutuhan siswa tunanetra. Oleh karena itu, untuk lebih lengkapnya akan penulis bahas dalam materi pembahasan di bawah ini dengan judul PEMBELAJARAN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN.

B.               Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1.      Bagaimana perbandingan metode pembelajaran Anak Tunanetra dengan pembelajaran di SLB YKAB Surakarta?
2.      Bagaimana perbandingan media/alat pembelajaran Anak Tunanetra dengan pembelajaran di SLB YKAB Surakarta?

C.   Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas makalah individu mata kuliah Ortopedagogik Anak dengan Gangguan Penglihatan.
2.      Untuk mengetahui metode dan media pembelajaran anak dengan gangguan penglihatan.
3.      Untuk mengetahui perbandingan antara metode dan media pembelajaran dalam teori dan pada kenyataan di lapangan.
4.      Memberikan referensi bagi mahasiswa Pendidikan Luar Biasa berkaitan dengan proses pembelajaran dan media atau alat bantu yang dapat digunakan anak dengan gangguan penglihatan atau tunanetra dalam pencapaian prestasi pendidikan yang optimal.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     Proses Pembelajaran

Metode-metode pengajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga variasi metode pengajaran  bertambah. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa normal, hanya yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga para tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan. Di bawah ini, ada beberapa metode yang dapat di laksanakan dengan menggunakan fungsi pendengaran dan perabaan, tanpa harus menggunakan penglihatan.
Rafik (http://rafikgadogado.wordpress.com/2011/09/18/media-pembelajaran-bagi-tunanetra-2/ , 2011) yaitu menerapkan beberapa metode pengajaran atau metode pembelajaran secara seperti berikut :
1.        Metode Ceramah, ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai dengan jumlah siswa lebih dari satu atau dalam kelas reguler.
2.        Metode Tanya – Jawab, ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab atau suatu metode di dalam pendidikan di mana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.
3.        Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa.
4.        Metode Sorogan, dengan adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauhmana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.
5.        Metode Bandongan, dengan cara semua siswa mengahadap guru, kemudian guru membacakan dan menerangkan materi pelajaran, sementara siswa mendengarkan dan mencoba memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
6.        Metode Drill atau latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan.
Metode-metode tersebut sesuai dengan kenyataannya di SLB YKAB Surakarta disana guru-guru dalam memberikan pembelajaran menggunakan metode-metode tersebut. Pada saat pembelajaran IPS guru menggunakan metode drill, awalnya guru menerangkan materi yang terkait dengan peta dan globe misalnya daratan dan lautan. Guru menjelaskan pengertian dan anak disuruh mengeksplore sendiri dengan meraba permukaan peta timbul, tetapi guru tidak bertanya kepada murid sebagai evaluasi pembelajaran sehingga guru tidak mengerti konsep apa yang sudah dipahami anak dan konsep apa yang belum dipahami anak. Hal ini karena guru hanya menjelaskan dan menggunakan metode ceramah yang terlalu banyak. Ada juga guru di SLB YKAB Surakarta mengajar menggunakan metode Sorogan dan Tanya jawab hal ini dibuktikan dengan guru menyampaikan secara langsung materi pelajaran kepada siswa dan guru mengadakan evaluasi berupa tanya – jawab dengan siswa berkaitan denagn materi pelajaran yang telah disampaikan, sehingga guru dapat mengetahui langsung sejauh mana kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami materi pelajaran yang disampaikan.





B.       Media / Alat Bantu Pembelajaran
Selain menerapkan berbagai metode pengajaran dan penciptaan suasana pembelajaran yang nyaman, menyenangkan dan efektif, guru di SLB YKAB Surakarta juga menggunakan media atau alat bantu pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran. Media atau alat bantu pelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi pelajaran yang disampaikan.
Menurut Surakhmad (1986 :75), bahwa metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang akan dicapai John D. Latuheru (1988 : 14) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga belajar). Selanjutnya Suharsimi Arikunto (1987 : 16) mengemukakan bahwa media adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih mempertinggi efektifitas serta efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan seoptimal mungkin.
Pemilihan media pembelajaran juga harus memperhatikan kondisi siswa sebagai subjek pembelajaran. Pemilihan media belajar harus disesuaikan dengan kondisi siswanya. Misalnya ketika menggunakan media peta timbul yang  digunakan siswa untuk mengenal konsep ruang yang dijelaskan dalam pelajaran sejarah, dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan memahami pelajaran sejarah tersebut melalui cerita. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan daya konsentrasi dan ketertarikan siswa tersebut. Pada saat siswa tunanetra meraba peta timbul dan menerima sensasi raba, siswa diharapkan akan lebih memahami pelajaran yang diberikan, karena mereka telah mengalami perabaan pada media tersebut. Pengalaman tersebut akan lebih mudah tersimpan dalam memori siswa tunanetra. Sehingga dengan media peta timbul ini akan meningkatkan ketertarikan siswa pada pelajarannya. Lebih jauh lagi, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Begitu pula dengan pelajaran lainnya, diharapkan guru bisa memilih media yang tepat untuk menyampaikan materi yang diajarkan. Kesesuaian media pembelajaran dan materi pelajaran diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penggunaan beberapa media pembelajaran IPS yang sudah tepat dilakukan oleh guru di SLB YKAB misalnya dapat memudahkan pemahaman siswa dalam mengabstraksi materi pembelajaran yang disampaikan. Seperti yang dicontohkan pada praktik proses pembelajaran di YKAB pada siswa kelas III Sekolah Dasar YKAB Surakarta dengan materi pelajaran “Permukaan Bumi”, contoh media: Teks atau buku pelajaran IPS tentang “Permukaan Bumi”, Globe biasa, Globe timbul, Peta timbul (adanya keterangan yang ditulis dengan huruf Braille)
Berdasarkan teori maupun yang ada dilapangan, media yang digunakan untuk Anak Tuna Netra lebih spesifik atau lebih mengutamakan media yang bisa mereka raba guna menyamakan persepsi mereka. Jadi, proses pembelajaran di SLB YKAB Surakarta telah menerapkan teori proses pembelajaran baik.










BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Penyandang cacat dalam hal ini tunanetra memiliki kebutuhan khusus dalam segi pendidikanya. Kita tidak dapat menyamakan mereka yang memiliki kebutuhan khusus dengan mereka yang normal. Materi yang diajarkan mungkin sama, namun media dan proses yang harus disesuaikan dengan situasi kondisi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Berdasarkan teori dan media/alat pembelajaran sesuai dengan kenyataan di lapangan yaitu di SLB YKAB Surakarta bahwa metode-metode dan media pembelajaran tersebut sudah sesuai dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan di SLB tersebut. Media pembelajaran yang digunakan juga sudah cukup efektif bagi pembelajaran anak Tunanetra. Misalanya media pembelajaran  memudahkan siswa dalam memahami dan menanamkan konsep materi pembelajaran kepada siswa tunanetra.









DAFTAR PUSTAKA

makalah PENYEBAB KETUNALARASAN

 MAKALAH TUNALARAS
PENYEBAB KETUNALARASAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ortopedagogik Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku yang diampu oleh Drs. Hermawan, M.Si

                                                                                                                        













Disusun oleh :
ARDIN CAHYO SAPUTRO
NIM : K5112009


PENDIDIKAN KHUSUS/LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA
2013










DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL  .............................................................................................................  i
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................  1
A. Latar Belakang ........................................................................................................  1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................  1
C. Tujuan .....................................................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................  2
A. Penyebab pandangan umum.................................................................................... 2
B.  Menurut pendapat ahli............................................................................................ 5
BAB III PENUTUP ................................................................................................................  6
A.    Kesimpulan............................................................................................................ 6
B.     Saran...................................................................................................................... 6
Daftar Pustaka .........................................................................................................................  7










BAB 1
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Penyimpangan perilaku adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang dimana sikap yang ia miliki tidak sewajarnya atau pun berbeda pada mestinya. Seperti kita ketahui, Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Dalam pengklasifikasian penyebab penyimpangan prilaku (ketunalarasan) para ahli sampai saat ini belum ada keseragaman.                                                    
 Sehingga ada yang mengelompokkan menjadi dua factor penyebab utama yaitu factor internal dan external. Dan ada juga yang mengelompokkan menjadi tiga, seperti oleh Kauffman (1985). Klasifikasi dibuat oleh Kauffman (1985), menurut Kauffman penyebab ketunalarasan dibagi menjadi tiga, yaitu factor keluarga, factor biologis, dan factor sekolah.
 Dalam makalah ini menjelaskan  penyebab utama ketunalarasan yaitu factor internal dan factor eksternal, serta penyebab ketunalarasan menurut Kauffman.

B.   Rumusan masalah
-          Apa saja faktor-faktor penyebab ketunalarasan?
-          Apa saja yang mempengaruhi ketunalarasan?

C.   Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ortopedagogik Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku”.
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui factor – factor yang menyebabkan seseorang mengalami ketunalarasan.

BAB II
PEMBAHASAN
Faktor Penyebab Ketunalarasan
A.     Penyebab Pandangan Umum
Klasifikasi yang umum digunakan dilingkungan pendidikan departemen social, kepolisisn maupun kehakiman yaitu memandang penyebab ketunalarasan dari factor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal yaitu factor penyebab yang berasal dari diri individu (anak). Seperti kondisi: inteligensi/kecerdasan, fifik , fisiologis, jenis kelamin, usia/umur, dan kondisi emosi.
a. Intelegensi
Anak yang memiliki kecerdasan si bawah rata-rata kurang memahami nilai dan norma yang berlaku dilingkungannya, kurang memahami aturan dan petujuk, sehingga sering berprilaku menyimpang.
b. Kondisi Fisik
Kelengkapan jasmani/fisik merupakan hal penting untuk melakukan aktifitas hidup. Untuk menutupi kekurangan/kelemahan tersebut cenderung memiliki sikap dan prilaku yang tidak diharapkan, berprilaku negatif ( berprilaku konpensasi) dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dan menutupi kekurangan pada dirinya. Misalkan mudah tersinggung, marah, curiga pada orang lain,mengganggu orang lain, dan sebagainya.
c. Jenis kelamin
Hal ini kemungkinan dua sebab, yaitu karena factor fisiologis, sikap dan perlakuan orang tua. Faktor fisiologis yaitu adanya perbedaan hormon sex (laki-laki = testosteron, dan perempuan = progestosteron). Hormon tersebut memiliki cirri yang berbeda, sehingga anak laki-laki cenderung agresif dan berani, sedangkan anak perempuan cenderung bersikap lemah lembut dan tidak begitu agresif sesuai dengan karakteristik hormon sex masing-masing.
d. Usia/umur
Dari rentangan usia yang banyak mengalami penyimpangan perilaku yaitu antara usia 12 samapi dengan 18 tahun (remaja awal dan remaja akhir). Pada usia tersebut, kecenderungan untuk berperilaku menyimpang sangat tinggi, karena merupakan usia peralihan (masa transisi), masa kelahiran baru, masa panca roba, atau masa mencari identitas diri.
2. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal yaitu factor penyebab yang bersumber dari lingkungan. Baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas.
a. Lingkungan Keluarga.
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan keluarga yaitu situasi dan kondisi ekonomi, social-psikologis, sikap dan perlakuan orang tua kepada anak-anaknya.
a.1. Kondisi Sosial Ekonomi.
Kondisi social-ekonomi dalam hal ini, keadaan atau taraf kehidupan ekonomi yang terbatas dan berlebihan pada keluarga. Kondisi ekonomi yang terbatas (prasejahtera) kurang/tidak mampu memenuhi kehidupan hidup anggota keluarga secara wajar. Maka anak cenderung untuk memenuhi kebutuhannya di luar lingkungan keluarga dengan berbagai cara, misalnya mencuri dan berdusta.
Sebaliknya, kondisi ekonomi keluarga yang berlebihan (super-sejahtera) maka segala kebutuhan akan selalu terpenuhi. Baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan lux, bahkan benda dan jasa yang tidak penting diperolehnya, misalnya obat-obat terlarang. Dengan kata lain, dengan banyaknya uang akan mendorong anak untuk disalah gunakan untuk berperilaku menyimpang.
a.2. Broken Home.
Kondisi dan situasi keluarga yang tidak harmonis, acak-acakan akan berpengaruh yang tidak baik terhadap perkembangan jiwa anak. Dengan tidak utuhnya orang tua, maka anak kehilangan pola dan acuan berperilaku, kehilangan kasih saying dan perhatian. Sedangkan orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama, dan tempat pertaman dan utama untuk memperolah perhatian dan kasih sayang.
a.3. Sikap dan perlakuan orang tua.
Sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya yang tidak tepat, seperti : over protection, rejecktion, otoriter dan lezisper.
Pada suatu saat, ia akan dituntut oleh lingkungan untuk hidup mandiri, tidak biasa atau tidak mampu, maka akhirnya tumbuh perasaan cemas, tidak percaya diri, was-was, perasaan takut dalam menghadapi masalah kehidupan. Perasaan cemas yang terus menerus akan memberikan dampak pada perilaku, yaitu berperilaku menyimpang.
a.4. Kedudukan anak dalam keluarga
Sebenarnya hal ini terjadi ada hubungannya dengan sikap dan perlakuan orang tua yang cenderung terlalu memanjakan dan melindungi. Sehingga anak tersebut tidak dapat hidup mandiri, kurang kreatif, dan inisiatif. Pada saat tertentu anak harus hidup dengan lingkungan yang luas dan kompleks, sehingga anak ini tidak dapat menyesuaikan diri secara baik.
b. Lingkungan Sekolah.
Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tetapi dalam proses pendidikan di sekolah tersebut tidak sedikit hal-hal yang tidak menunjang atau menghambat perkembangan anak, di antaranya :
1.      Kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan kemampuan anak.
2.      Peraturan atau tata tertib disiplin yang kaku, tidak ada keseragaman dalam pengawasannya, dan tidak konsekwen apabila terjadi pelanggaran.
3.      Sikap guru yang otoriter, lazisper, over protection dan rejection.
4.      Ketidak mampuan guru dalam mengajar (penguasaan materi maupun didaktik-metodiknya) dalam mengelola kelas.
5.  Lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan dan terbatasnya sarana untuk mengembangkan kreatifitas.
6.      Letak sekolah yang kurang baik, dekat tempat yang ramai/bising seperti : pasar, terminal, bioskop, dsb.
c. Lingkungan Masyarakat.
Anak dalam perkembangannya lebih banyak menerima pengaruh dari pada memberikan pengaruh dalam berperilaku social, dan masih bersifat “imitative buta” atau meniru tanpa seleksi. Sehingga apabila dihadapkan pada lingkungan yang kurang baik akan berpengaruh terhadap perkembangan prilaku anak, diantaranya :
1.      Pengaruh teman sepermainan yang bereputasi tidak baik seperti : teman yang suka mencuri, bolos dari sekolah, berjudi, menyalah gunakan obat-obat terlarang, dsb.
2.  Pengaruh media massa, seperti : film, TV, majalah, komik, dan iklan yang menampilkan/menayangkan hal-hal yang tidak mendidik, pulgar, porno, dan kekerasan.
3.       Kurangnya pembinaan hidup beragama
4.      Kurangnya fasilitas rekreasi dan olah raga, seperti tempat olah raga, taman hiburan yang sehat, tidak ada organisasi untuk penyaluran bakat dan minat anak.
5.      Kurangnya pengawasan aktifitas anak dari masyarakat.

B.     Menurut pendapat ahli
Kaufman dalam Sunardi (1995) mengelompokkan penyebab ketunalarasan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, biologis dan sekolah.
1) Faktor Keluarga: dijelaskan ada beberapa faktor yang sangat rawan terhadap ketunalarasan seperti perceraian, tidak adanya ayah di rumah, hubungan dalam keluarga yang tegang, saling bermusuhan, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah.
2) Faktor Biologis: yaitu adanya kelainan genetik, temperamen, gegar otak, kekurangan gizi atau salah makan, penyakit atau cacat tubuh.
3) Faktor sekolah: yaitu karena tidak sensitif terhadap kepribadian anak, harapan yang tidak wajar, pengelolaan yang tidak konsisten, pengajaran keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional, pola pemberian imbalan (reinforcement) yang keliru, model / contoh yang tidak baik.
 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anak tuna laras adalah anak yang emosi dan perilakunya tidak berkembang sebagaimana mestinya, mereka sering melakukan perbuatan menyimpang sehingga membuat masyarakat sangat terganggu dengan tingkah lakunya. Dua factor penyebab utama ketunalarasan yaitu factor internal dan external. Dan ada juga yang mengelompokkan menjadi tiga, seperti oleh Kauffman (1985). Klasifikasi dibuat oleh Kauffman (1985), menurut Kauffman penyebab ketunalarasan dibagi menjadi tiga, yaitu factor keluarga, factor biologis, dan factor sekolah.
Dari sekian uraian mengenai faktor penyebab ketunalarasan ternyata tidak ditemukan penyebab tunggal dari ketunalarasan. Ketunalarasan disebabkan oleh banyak faktor yang saling berinteraksi antara penyebab yang satu dengan yang lainnya.

B.     Saran
Saya menyarankan orang tua atau guru harus bisa mendeteksi dini jika anaknya mengalami hambatan, hal ini bertujuan agar kelainan yang dialami anak tidak  berkembang atau bertambah parah. Serta orang tua dan guru juga mendeteksi dari penyebab ketunalarasan sesuai dengan teori.









Daftar Pustaka

-         Sunardi (1995). ORTOPEDAGOGIK ANAK TUNALARAS 1. Surakarta: Dikdasmen

-          http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195604121983011-ATANG_SETIAWAN/PENDIDIKAN_ATL/BUKU_ATL_1.pdf